SMKN 44 JAKARTA

Loading

Sumpah Pemuda 1928: Titik Nol Persatuan Bangsa Indonesia

Sumpah Pemuda 1928: Titik Nol Persatuan Bangsa Indonesia

Jakarta – Sumpah Pemuda bukan sekadar barisan kalimat bersejarah, tetapi tonggak utama yang menandai lahirnya semangat persatuan bangsa Indonesia. Dikutip dari situs resmi museumsumpahpemuda.kemdikbud.go.id, ikrar ini dirumuskan dalam Kongres Pemuda Kedua yang diselenggarakan pada 27–28 Oktober 1928 di Jakarta. Dari ruangan sederhana saat itu, lahir sebuah tekad besar yang mengguncang fondasi kolonialisme: bahwa Indonesia adalah satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa.

Yang menggagas kongres bersejarah ini adalah Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI)—organisasi pemuda yang terdiri dari pelajar dari berbagai penjuru slot depo 5k. Mereka datang bukan hanya membawa nama suku atau daerah, tapi membawa harapan akan masa depan Indonesia yang merdeka dan bersatu. Sebelum kongres berlangsung, sejumlah pertemuan penting dilakukan pada 3 Mei dan 12 Agustus 1928 untuk menyusun panitia, menentukan susunan acara, serta lokasi kongres.

Menariknya, kongres ini dihadiri oleh organisasi-organisasi pemuda yang berbasis kedaerahan, seperti Jong Java, Jong Sumatra, Jong Bataksbond, Jong Celebes, Jong Islamieten Bond, Pemoeda Kaoem Betawi, Sekar Roekoen, hingga Perhimpoenan Peladjar Indonesia. Namun dalam ruang yang sama, semua perbedaan itu luluh oleh satu cita-cita: Indonesia yang bersatu.

Puncaknya terjadi pada 28 Oktober 1928, ketika para peserta menyuarakan tiga ikrar legendaris yang hingga kini dikenang sebagai Sumpah Pemuda. Ikrar tersebut menegaskan bahwa pemuda Indonesia bersatu dalam satu tumpah darah, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia. Sejak saat itulah, istilah “Sumpah Pemuda” menjadi simbol semangat nasionalisme yang melampaui batas identitas lokal.

Lebih dari sekadar sejarah, Sumpah Pemuda adalah napas perjuangan yang tak pernah padam. Ia mengajarkan generasi kini untuk terus mencintai tanah air, menjaga persatuan, serta menjadikan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu yang kokoh. Dan setiap 28 Oktober, kita tak hanya memperingatinya—tetapi juga mewarisi semangatnya.